Sambutan Ketua STIE-IBEK

Ketua STIE-IBEK Fery Panjaitan, M.M

Selamat Datang di Kampus STIE-IBEK Pangkalpinang. Fokus Kami Mendorong Mahasiswa Mengenal Potensi Diri dan Talenta Bidang Manajemen Bisnis dan Akuntansi!

Saya sangat bangga menyambut kedatangan Anda ke situs kami. STIE-IBEK Pangkalpinang adalah lembaga pendidikan tinggi yang fokus pada bidang bisnis dan keuangan. Kami memiliki misi untuk memberikan pendidikan berkualitas dan menghasilkan lulusan yang siap untuk berkompetisi di dunia kerja. Kami berdedikasi untuk menyediakan fasilitas dan lingkungan belajar yang optimal bagi para mahasiswa kami. Selain didukung dengan mitra kerja dari berbagai entitas dan industri, kami siap untuk membantu para mahasiswa untuk mengenali bahkan memenuhi potensi serta mengembangkan talenta yang dimiliki.

 

STIE-IBEK Pangkalpinang memiliki keyakinan bahwa pendidikan adalah hal yang paling penting bagi masa depan. Kami memahami bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda dan membutuhkan pendekatan yang berbeda pula untuk mencapai potensi tersebut. Oleh karena itu, kampus senantiasa berupaya untuk memastikan bahwa proses pendidikan di Kampus STIE-IBEK Pangkalpinang disesuaikan dengan kebutuhan setiap mahasiswa. Mulai dari perencanaan kurikulum, pemilihan dosen dan fasilitas, hingga penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler, kami mengutamakan kualitas dan kepuasan mahasiswa. 

 

Kami juga memiliki sistem bimbingan dan mentor untuk memastikan setiap mahasiswa dapat mencapai tujuannya dengan baik sehingga mampu hadirkan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kami mengajak  mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan menjadi bagian dari solusi atas masalah yang ada. Saya sangat berharap bahwa melalui proses pendidikan yang baik di STIE-IBEK Pangkalpinang, setiap mahasiswa akan merasa bangga dan siap untuk menjadi bagian dari masyarakat yang lebih baik. Terima kasih atas kepercayaan Anda dan saya berharap dapat berbicara dengan Anda pada waktu yang akan datang.Terima kasih atas kunjungan Anda. Saya berharap Anda menemukan apa yang Anda cari dan jangan ragu untuk menghubungi kami jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut.

 

Fery Panjaitan, S.E., M.M., merupakan Ketua STIE-IBEK Pangkalpinang ke-III, sejak berdirinya STIE-IBEK Pangkalpinang Tahun 2000. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai Wakil Ketua I bidang Akademik selama dua periode. Beliau bergabung dengan STIE-IBEK Pangkalpinang sejak Tahun Akademik 2003 dan diberikan mandat oleh Yayasan IBEK Pangkalpinang sebagai Pimpinan bidang Akademik dan terdaftar sebagai Dosen Tetap.

 

Sejarah STIE-IBEK

Yayasan Institut Bisnis Ekonomi dan Keuangan (IBEK) didirikan pada tanggal 7 Desember 1981 oleh Prof. Dr. Laurence A. Manullang, D.A., D.Hl dan sebagai Ketua Yayasan adalah Ibu Beffie L. Batubara, S.E., M.M. Yayasan IBEK didirikan sebagai salah satu wadah pengabdian dari Bapak Prof.Dr. Laurence A. Manullang-pendiri Yayasan, dengan segala potensinya untuk turut berpartisipasi dalam mengisi pembangunan Bangsa Indonesia.

Sejak tahun 1981, IBEK telahmelakukan kegiatan-kegiatan yang sangat berkontribusi kepada pembangunanbangsa ini melalui penerbitan majalah bisnis, buku-buku ilmiah dan menyelenggarakan industri, ekonomi dan keuangan serta secara konstruktif telah berhasil pula menjembatani kepentingan bisnis dengan rencana pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang badani dan mandiri.

Eksistensi IBEK telah diterima oleh masyarakat dari kalangan pengusaha sebagai lembaga terpercaya untuk mendapat informasi dan pengetahuan sebagai suatu instrumen yang sangat esensial guna merumuskan asumsi yang digunakan dalam proyeksi pengembangan perusahaan, juga Yayasan IBEK telah didukung sepenuhnya oleh pemerintah melalui beberapa departemen–departemen teknis dan lembaga-lembaga Tinggi Negara maupun Badan Usaha Milik Negara.

Selama kurun waktu 8 tahun IBEK telah menyelenggarakan lebih dari 75 seminar dan simposium baik yang bersifat nasional maupun internasional dengan melibatkan pengamat, politisi, industriawan, bankir, kementerian perekonomian dari dalam dan luar negeri seperti yang telah dirangkai dalam Tabel I.1. Selama itu pula IBEK telah berhasil menyumbangkan sebanyak 40.000 halaman bahan hard copy hasil rumusan dari diskusi dan seminar ilmiah yang telah diselenggarakan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk dijadikan aset nasional sebagai salah satu hasil rumusan yang sangat berharga dari pertemuan ilmiah yang dijalani. Yayasan IBEK sebagai suatu lembaga terpercaya diterima dengan baik oleh komunitas dan masyarakat pengusaha (business community) karena telah berhasil menyelenggarakan pelatihan manajerial dalam berbagai bidang seperti; Akuntansi, Perpajakan, Manajemen Pemasaran, Manajemen Keuangan, Moneter, Manajemen Informatika, Manajemen Sumber Daya Manusia dan Personalia, Strategi Perusahaan dan keterampilan lainnya seperti Sekretaris Korporat (Corporates Secretary Training).

Melalui kegiatan yang telah disebutkan diatas tercatat sebanyak 2.970 eksekutif dan 950 perusahaan nasional maupun modal asing sebagai peserta selama kurun waktu 12 tahun terakhir. Keberhasilan Yayasan IBEK diwarnai oleh pengalaman pendirinya yang telah menghabiskan waktunya selama lebih kurang 20 tahun sebagai eksekutif keuangan (Finance Executive) dan pimpinan puncak dari berbagai Perusahaan Transnasional dan Nasional didukung pula dengan peranannya sebagai Ketua Asosiasi Internasional Eksekutif Keuangan (Director of International Association of Finance Executive) untuk Asia-Pasific dan sebagai Wakil Direktur untuk tingkat dunia dari asosiasi yang menampung pakar keuangan dunia tersebut.

Untuk meningkatkan dan memperluas peranannya sejak tahun 1979 dan setelah didirikannya Yayasan IBEK di tahun 1981, melalui masukan dan desakan para peserta serta perusahaan-perusahaan yang merupakan anggota IBEK yang telah disebutkan di atas, didirikanlah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi –Institut Bisnis Ekonomi dan Keuangan di Jakarta pada tahun 1987.

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ini menggelar program studi Diploma III serta program Sarjana Ekonomi dengan jurusan Akuntansi dan Manajemen. Dengan perjalanan waktu dan operasional perkuliahan yang sangat memiliki daya saing, STIE-IBEK Jakarta diberikan kepercayaan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional pada tahun 1993 untuk menggelar Program Pasca Sarjana Magister Management (M.M.) dengan konsentrasi Manajemen Keuangan Internasional, Manajemen Pemasaran, Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Sistem Informasi dan Manajemen Operasional.

Pengembangan sekolah pasca sarjana ini pun berjalan dengan pesat dimana dapat terlihat sejak terjalin kerjasama dengan perguruan tinggi asing yaitu; Pittsburgh State University, Pittsburgh, Kansas, Amerika Serikat, melalui program gelar ganda (dual-degree) M.M., M.BA, di Jakarta Program pasca sarjana berkembang cukup pesat dan tidak sedikit para pejabat di daerah mengambil keputusan untuk melanjutkan program pendidikan strata duanya di Jakarta selain untuk menunjang keterampilan profesionalitasnya tentunya juga dalam mendukung kekuatan sumber daya manusia di daerah-nya setelah otonomi daerah digulir pada tahun 2002.

Pendirian Yayasan IBEK Pangkalpinang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Dengan adanya masukan bahkan desakan dari para Mahasiswa-i-mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Bangka dan Belitung, Provinsi Sumatera Selatan saat itu,baik yang mengikuti program Sarjana Ekonomi dan Magister Manajemen khususnya Ikatan Alumni STIE-IBEK Jakarta Asal Bangka Belitung, maka pada tanggal 8 Agustus 1999, Yayasan Institut Bisnis Ekonomi dan Keuangan Pangkalpinang didirikan sebagai cikal-bakal berdirinya STIE-IBEK Pangkalpinang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang dilaksanakan melalui pengelolaan dan kegiatan pendidikan adalah tugas dan tanggungjawab bersama-sama antara pemerintah, orang tua dan masyarakat dan berpedoman pada sistem pendidikan nasional.

Peran serta masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam melaksanakan pendidikan nasional mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jenjang pendidikan tinggi, baik jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah harus mengindahkan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membagun manusia Indonesia seutuhnya; manusia yang beriman dan bertaqwa kepada TUHAN YANG MAHA ESA, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan prima baik jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab pada masyarakat dan negara.

Pada saat STIE-IBEK Jakarta berdiri, ternyata menjadi kampus tujuan dari para Mahasiswa-i-mahasiswi asal Bangka dan Belitung. Bahkan data menunjukkan bahwa jumlah Mahasiswa-i dari daerah Bangka Belitung yang dahulu di bawah kepemimpinan Porivinsi Sumatera Selatan mendapatkan tempat nomor satu terbanyak Mahasiswa-i daerah setelah Kalimantan, Jambi, Lampung dan Bagan Siapi-api.

Dengan adanya data tersebut dan masukan dari para alumni yang berasal dari daerah tersebut, maka diputuskan oleh pendiri Yayasan IBEK Prof. Dr. Laurence A. Manullang untuk membentuk Badan Hukum  yang akan menaungi operasional Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi-IBEK Pangkalpinang di Provinsi Kepulauan  Bangka Belitung. Atas pertimbangan ini maka Yayasan IBEK di Pangkalpinang didirikan berdasarkan Akta No.04, tanggal 8 Agustus 1999 Notaris Muhammad Iskandar, S.H.,terdaftar di Pengadilan Negeri Pangkalpinang No. 01/Neg.YYS/II/2000PN.Pkp.

Yayasan Institut Bisnis Ekonomi dan Keuangan Pangkalpinang yang disingkat Yayasan “IBEK Pangkalpinang” didirikan sebagai mitra pemerintah yang terpanggil untuk ikut mengisi kemerdekaan melalui penyelenggaraan pendidikan tinggi serta turut aktif mewujudkan masyarakat maju yang berakar pada kebudayaan bangsa dan persatuan nasional yang berwawasan Bhineka Tunggal Ika serta berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

STIE-IBEK adalah pusat penyelenggaraan dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, sebagai suatu masyarakat ilmiah yang penuh cita-cita luhur guna mencerdaskan kehidupan bangsa dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum di dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Dengan didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai cita-cita tersebut serta memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem pendidikan Nasional dan Peraturan pemerintah No. 61 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi serta berpegang teguh pada Tri-Dharma Perguruan Tinggi, maka Yayasan IBEK Pangkalpinang memutuskan pada Tahun Akademik 2000-2001 mendirikan SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI – IBEK Pangkalpinang, Bangka, tepatnya pada tanggal 11 Agustus 2000 berdasarkan Surat Keputusan Ketua Yayasan IBEK Pangkalpinang No. 001/VII/KET/PP/2000 untuk Program Strata 1 dan Diploma 3 dengan Jurusan Akuntansi dan Manajemen. 

Status Legal Institusi dan Program Studi

  1. Terakreditasi Kementerian Pendidikan Nasional Republik 139/D/O/2000 Tanggal 10 Agustus 2000 untuk Penyelenggaraan Program-program Studi dan Sekolah Tinggi.
  2. Terakreditasi Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Tanggal 20 Mei 2010 dengan Nomor Surat Keputusan 2379/D/T/K-II/2010 untuk Program Studi AKUNTANSI STRATA 1.
  3. Tersertifikasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Republik Indonesia Tanggal 31 Januari 2013 dengan Nomor Surat Keputusan 030/SK/BAN-PT/Ak-XV/S/1/2013 untuk Program Studi AKUNTANSI STRATA 1.
  4. Terakreditasi Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia Tanggal20 Mei 2010 dengan Nomor Surat Keputusan 2241/D/T/K-II/2010 untuk Program Studi MANAJEMEN STRATA 1.
  5. Tersertifikasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Republik Indonesia Tanggal 19 Oktober 2006 dengan Nomor Surat Keputusan 024/SK/BAN-PT/Ak.XV/S/I/2013 untuk Program Studi MANAJEMEN STRATA 1.

 

 

Selamat Datang!

Selamat Datang di Kampus STIE-IBEK Pangkalpinang. Fokus Kami Mendorong Mahasiswa Mengenal Potensi Diri dan Talenta Bidang Manajemen Bisnis dan Akuntansi!

Saya sangat bangga menyambut kedatangan Anda ke situs kami. STIE-IBEK Pangkalpinang adalah lembaga pendidikan tinggi yang fokus pada bidang bisnis dan keuangan. Kami memiliki misi untuk memberikan pendidikan berkualitas dan menghasilkan lulusan yang siap untuk berkompetisi di dunia kerja. Kami berdedikasi untuk menyediakan fasilitas dan lingkungan belajar yang optimal bagi para mahasiswa kami. Selain didukung dengan mitra kerja dari berbagai entitas dan industri, kami siap untuk membantu para mahasiswa untuk mengenali bahkan memenuhi potensi serta mengembangkan talenta yang dimiliki.

STIE-IBEK Pangkalpinang memiliki keyakinan bahwa pendidikan adalah hal yang paling penting bagi masa depan. Kami memahami bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda dan membutuhkan pendekatan yang berbeda pula untuk mencapai potensi tersebut. Oleh karena itu, kampus senantiasa berupaya untuk memastikan bahwa proses pendidikan di Kampus STIE-IBEK Pangkalpinang disesuaikan dengan kebutuhan setiap mahasiswa. Mulai dari perencanaan kurikulum, pemilihan dosen dan fasilitas, hingga penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler, kami mengutamakan kualitas dan kepuasan mahasiswa. 

Kami juga memiliki sistem bimbingan dan mentor untuk memastikan setiap mahasiswa dapat mencapai tujuannya dengan baik sehingga mampu hadirkan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kami mengajak  mahasiswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan menjadi bagian dari solusi atas masalah yang ada. Saya sangat berharap bahwa melalui proses pendidikan yang baik di STIE-IBEK Pangkalpinang, setiap mahasiswa akan merasa bangga dan siap untuk menjadi bagian dari masyarakat yang lebih baik. Terima kasih atas kepercayaan Anda dan saya berharap dapat berbicara dengan Anda pada waktu yang akan datang.Terima kasih atas kunjungan Anda. Saya berharap Anda menemukan apa yang Anda cari dan jangan ragu untuk menghubungi kami jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut.

 

The Juno was known only for her comfortable cabins amidships

The only sign of commercial activity within the harbour, visible from the beach of the Great Isabel, is the square blunt end of the wooden jetty which the Oceanic Steam Navigation Company (the O.S.N. of familiar speech) had thrown over the shallow part of the bay soon after they had resolved to make of Sulaco one of their ports of call for the Republic of Costaguana. The State possesses several harbours on its long seaboard, but except Cayta, an important place, all are either small and inconvenient inlets in an iron-bound coast—like Esmeralda, for instance, sixty miles to the south—or else mere open roadsteads exposed to the winds and fretted by the surf.

Keep Reading

There were three doors in the front of the house

You go in at once, Giorgio, she directed. “One would think you do not wish to have any pity on me—with four Signori Inglesi staying in the house.” “Va bene, va bene,” Giorgio would mutter. He obeyed. The Signori Inglesi would require their midday meal presently. He had been one of the immortal and invincible band of liberators who had made the mercenaries of tyranny fly like chaff before a hurricane, “un uragano terribile.”

But that was before he was married and had children; and before tyranny had reared its head again amongst the traitors who had imprisoned Garibaldi, his hero.

Keep Reading

Simple Blog — Modern Blog Theme for Creators

The mob, driven away from the Custom House, had broken up into several bands, retreating across the plain in the direction of the town. The subdued crash of irregular volleys fired in the distance was answered by faint yells far away. In the intervals the single shots rang feebly, and the low, long, white building blinded in every window seemed to be the centre of a turmoil widening in a great circle about its closed-up silence. But the cautious movements and whispers of a routed party seeking a momentary shelter behind the wall made the darkness of the room, striped by threads of quiet sunlight, alight with evil, stealthy sounds. The Violas had them in their ears as though invisible ghosts hovering about their chairs had consulted in mutters as to the advisability of setting fire to this foreigner’s casa. Keep Reading

Then Signora Teresa, all in black, issuing from another door

Meantime Giorgio, with tranquil movements, had been unfastening the door; the flood of light fell on Signora Teresa, with her two girls gathered to her side, a picturesque woman in a pose of maternal exaltation. Behind her the wall was dazzlingly white, and the crude colours of the Garibaldi lithograph paled in the sunshine.

Old Viola, at the door, moved his arm upwards as if referring all his quick, fleeting thoughts to the picture of his old chief on the wall. Even when he was cooking for the “Signori Inglesi”—the engineers (he was a famous cook, though the kitchen was a dark place)—he was, as it were, under the eye of the great man who had led him in a glorious struggle where, under the walls of Gaeta, tyranny would have expired for ever had it not been for that accursed Piedmontese race of kings and ministers. When sometimes a frying-pan caught fire during a delicate operation with some shredded onions, and the old man was seen backing out of the doorway, swearing and coughing violently in an acrid cloud of smoke, the name of Cavour—the arch intriguer sold to kings and tyrants—could be heard involved in imprecations against the China girls, cooking in general, and the brute of a country where he was reduced to live for the love of liberty that traitor had strangled.

Then Signora Teresa, all in black, issuing from another door, advanced, portly and anxious, inclining her fine, black-browed head, opening her arms, and crying in a profound tone — “Giorgio! thou passionate man! Misericordia Divina! In the sun like this! He will make himself ill.” At her feet the hens made off in all directions, with immense strides; if there were any engineers from up the line staying in Sulaco, a young English face or two would appear at the billiard-room occupying one end of the house; but at the other end, in the cafe, Luis, the mulatto, took good care not to show himself. The Indian girls, with hair like flowing black manes, and dressed only in a shift and short petticoat, stared dully from under the square-cut fringes on their foreheads; the noisy frizzling of fat had stopped, the fumes floated upwards in sunshine, a strong smell of burnt onions hung in the drowsy heat, enveloping the house; and the eye lost itself in a vast flat expanse of grass to the west, as if the plain between the Sierra overtopping Sulaco and the coast range away there towards Esmeralda had been as big as half the world.

14 back-to-school life hacks

The mob, driven away from the Custom House, had broken up into several bands, retreating across the plain in the direction of the town. The subdued crash of irregular volleys fired in the distance was answered by faint yells far away. In the intervals the single shots rang feebly, and the low, long, white building blinded in every window seemed to be the centre of a turmoil widening in a great circle about its closed-up silence. But the cautious movements and whispers of a routed party seeking a momentary shelter behind the wall made the darkness of the room, striped by threads of quiet sunlight, alight with evil, stealthy sounds. The Violas had them in their ears as though invisible ghosts hovering about their chairs had consulted in mutters as to the advisability of setting fire to this foreigner’s casa.

It was trying to the nerves. Old Viola had risen slowly, gun in hand, irresolute, for he did not see how he could prevent them. Already voices could be heard talking at the back. Signora Teresa was beside herself with terror.

“Ah! the traitor! the traitor!” she mumbled, almost inaudibly. “Now we are going to be burnt; and I bent my knee to him. No! he must run at the heels of his English.”

She seemed to think that Nostromo’s mere presence in the house would have made it perfectly safe. So far, she, too, was under the spell of that reputation the Capataz de Cargadores had made for himself by the waterside, along the railway line, with the English and with the populace of Sulaco. To his face, and even against her husband, she invariably affected to laugh it to scorn, sometimes good-naturedly, more often with a curious bitterness. But then women are unreasonable in their opinions, as Giorgio used to remark calmly on fitting occasions. On this occasion, with his gun held at ready before him, he stooped down to his wife’s head, and, keeping his eyes steadfastly on the barricaded door, he breathed out into her ear that Nostromo would have been powerless to help. What could two men shut up in a house do against twenty or more bent upon setting fire to the roof? Gian’ Battista was thinking of the casa all the time, he was sure.

“He think of the casa! He!” gasped Signora Viola, crazily. She struck her breast with her open hands. “I know him. He thinks of nobody but himself.”

You have to install Jetpack Plugin to display gallery.

Collection of great B&W photos around the world

It might have been said that there he was only protecting his own. From the first he had been admitted to live in the intimacy of the family of the hotel-keeper who was a countryman of his. Old Giorgio Viola, a Genoese with a shaggy white leonine head—often called simply “the Garibaldino” (as Mohammedans are called after their prophet)—was, to use Captain Mitchell’s own words, the “respectable married friend” by whose advice Nostromo had left his ship to try for a run of shore luck in Costaguana.

The old man, full of scorn for the populace, as your austere republican so often is, had disregarded the preliminary sounds of trouble. He went on that day as usual pottering about the “casa” in his slippers, muttering angrily to himself his contempt of the non-political nature of the riot, and shrugging his shoulders. In the end he was taken unawares by the out-rush of the rabble. It was too late then to remove his family, and, indeed, where could he have run to with the portly Signora Teresa and two little girls on that great plain? So, barricading every opening, the old man sat down sternly in the middle of the darkened cafe with an old shot-gun on his knees. His wife sat on another chair by his side, muttering pious invocations to all the saints of the calendar.

The old republican did not believe in saints, or in prayers, or in what he called “priest’s religion.” Liberty and Garibaldi were his divinities; but he tolerated “superstition” in women, preserving in these matters a lofty and silent attitude. His two girls, the eldest fourteen, and the other two years younger, crouched on the sanded floor, on each side of the Signora Teresa, with their heads on their mother’s lap, both scared, but each in her own way, the dark-haired Linda indignant and angry, the fair Giselle, the younger, bewildered and resigned. The Patrona removed her arms, which embraced her daughters, for a moment to cross herself and wring her hands hurriedly. She moaned a little louder.

“Oh! Gian’ Battista, why art thou not here? Oh! why art thou not here?”

She was not then invoking the saint himself, but calling upon Nostromo, whose patron he was. And Giorgio, motionless on the chair by her side, would be provoked by these reproachful and distracted appeals.

“Peace, woman! Where’s the sense of it? There’s his duty,” he murmured in the dark; and she would retort, panting—

1 2 3 4 7